Teman yang Telah Pergi

oleh Rafief A.P.K.

Aku terbangun oleh alarmku. Itu sekitar jam 5 kurang. Bersama dengan alarmku itu, Aku mengisi kamarku dengan hela nafas yang panjang, Aku sedang tidak ingin sekolah hari ini. Yah, Aku memang seperti ini setiap hari sekolah. Aku menengok ke tempat tidur Adikku, sepertinya dia sudah bangun dan mandi duluan. Dia memang seperti itu, tidak seperti kakaknya. Setelah mengumpulkan tenaga Aku berdiri dan keluar kamarku. Rumahnya sedang terang. Aneh, biasanya orang-orang belum bangun, jadi rumahku biasanya gelap jam segini. Kulihat ke bawah dan Ibuku kelihatan seperti sangat sibuk. Aku ingin menanya kepadanya ada apa tapi Aku mau siap-siap dahulu.

Aku mengambil baju di lemariku dan jalan ke kamar mandi. Di rumahku ada dua kamar mandi, jadi Aku tetap bisa mandi. Aku mandi sekitar 25 menit (dikarenakan masih ngantuk) lalu keluar. Aku jalan ke kamarku untuk memakai sisa seragam yang harus dipakai. Adikku sudah selesai memakai seragamnya. Karena Aku sudah wudhu setelah mandi tadi setelah memakai seragam Aku langsung shalat. Aku lalu mengecek Line di laptopku untuk melihat bila ada berita baru tentang sekolah, seperti tugas, dll.. Aku lalu siap-siap membawa tas dan turun ke bawah.

Kulihat sepertinya Ibuku masih kelihatan gelisah seperti terakhir ku melihatnya. Dia jarang seperti ini, jadi kutanya ada masalah apa.

“Nak, Illyasa meninggal!” Ibuku menjawab.

Hah? Sepertinya Aku salah mendengar. Tadi Ibuku berkata Illyasa, saudaraku meninggal? Aku memang suka salah mendengar jadi menanya lagi orang ngomong apa sudah seperti reflex untuk ku.

“Illyasa, saudaramu meninggal!”

Dunia terasa terhenti.

Meninggal? Kenapa? Baru saja? Kulihat adikku yang terlihat tidak terkejut. Sepertinya Ibu sudah memberitahunya tadi. Kenapa Adikku tidak berkata apapun padaku? Apakah karena dia sedang tidak ingin membicarakan hal itu atau karena dia sedang tidak mau pikirannya diisi hal tersebut?

Ternyata dia mati karena penyakit Leukimia, atau yang biasa disebut kanker darah. Dia sudah mendapatnya selama beberapa tahun. Dan walaupun sementara berhasil melawannya, kanker itu kembali lagi dan dia tidak dapat menang kali ini.

Aku tidak bisa melakukan apa-apa kecuali berdoa dia masuk surga. Lalu Aku dan Adikku berangkat ke sekolah.

Sekolah berlangsung seperti biasa. Aku belajar dan mengerjai tugas seperti biasa. Tetapi Aku memang melamun untuk sementara. Yang diisi ke dalam kepalaku bukanlah rasa kesedihan, tetapi rasa kehilangan yang amat berat. Saudaraku sudah tiada; dan dia tidak akan kembali lagi. Di sekolah Aku sempat shalat dan berdoa agar Saudaraku mendapatkan kedamaian disana.

Sepulang sekolah Aku ke rumah Saudaraku itu dengan kemauanku sendiri. Aku jarang berinisiatif tetapi kematian Saudaraku itu telah mendorongku untuk melakukannya.

Ketika Aku sampai disana, kulihat masih ada beberapa orang yang bertempat disana. Mereka paling mungkin adalah orang-orang yang menghadiri pemakamannya. Mereka melihatku, bingung apa yang membuat seorang pelajar kesana. Aku masuk ke dalam rumah itu dan melihat saudara-saudaraku yang lainnya bersama yang kupikir adalah kerabat dan teman-teman yang meninggal. Mereka masih menangis dan berusaha menyambutku dengan air yang masih mengalir di pipi mereka.

Sepertinya Aku sudah terlambat. Saudaraku sudah dimakamkan di tempat yang jauh. Melihat sekelilingnya rumah itu, Aku jadi mengingat masa-masa waktu yang pernah kualami bersamanya. Kenang-kenangan itu hampir membuatku menangis. Tidak bisa melakukan apa-apa, Aku pamit dengan para saudar-saudaraku itu dan pulang. Sayangnya, Aku tidak bisa menjenguk makamnya pada hari itu, dikarenakan Aku harus menyelesaikan tugas-tugas yang telah diberikan kepada ku.

Comments

Popular posts from this blog

Toleransi

Banjir Lenteng Agung